Allah 'Azza wa Jalla berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14). Dalam tulisan ini mungkin kami lebih fokus mengenai kecintaan antara lelaki dan wanita, insya Allah.
Pertama, perhatikanlah bagaimana awal hadirnya cintamu itu.
Kecenderungan hati atau rasa cinta itu muncul, terkadang bersama sesuatu yang dibolehkan syariat, namun seringnya muncul bersama sesuatu yang tidak syar'i. Indera adalah pintu menuju hati, apa yang dari pandangan, pendengaran, maka akan masuk dan melekat ke dalam hati kita dan diantaranya muncullah rasa cinta. Misalnya, suatu ketika ada yang melihat atau mengetahui seseorang yang menarik hatinya, jika ini karena sesuatu yang tidak disengajanya insya Allah tidak mengapa, tapi dia tidak boleh melanjutkannya dengan pandangan yang kedua. Rasulullah bersabda: "...janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya"
Setelah munculnya ketertarikan dari pandangan pertama, adalah godaan yang berat sekali kecuali bagi yang dirahmati Allah, untuk seseorang tidak melanjutkan kepada apa-apa yang jiwanya inginkan utk semakin merekahkan rasa cintanya. Di sini sungguh butuh kesabaran yang luar biasa, bertarung dengan hawa nafsunya yang hina, demi kesucian hatinya. Jika rasa cinta itu muncul dari apa-apa yang tidak disengajanya, lalu berhenti disitu, maka insya Allah tidak mengapa, itulah hiasan yang Allah anugerahi bagi hatinya.
Akan tetapi, banyak orang yang kurang bersabar atas ujian syahwatnya, cinta itu masuk dan tumbuh dari cara-cara yang tidak dibenarkan syariat.
- pertama adalah mereka yang sengaja mengumbar pandangannya atau pencariannya untuk memunculkan rasa cintanya. Apa yang didapatnya itu adalah memang suatu kesengajaan untuk memuaskan hawa nafsunya. Sekalipun setelah itu muncul rasa cinta di hatinya, itu adalah cinta yang maksiat, yang telah didahului oleh sesuatu yang hina yaitu pelampiasan hasratnya atas keindahan-keindahan dunia tanpa mengindahkan syariat.
Allah ta'ala telah berfirman: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menundukkan pandangan mereka… Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman agar menundukkan pandangan mereka". (QS. An-Nur: 30-31)
Betapa pandangan yang diumbar bebas kepada yang diharamkan Allah itu akan mengeraskan hati, karena muncul kecintaan di hatinya kepada apa-apa yang diharamkan itu. Menjadikan hati redup cahayanya, menjadikan ruang-ruang dalam hati itu terisi oleh bisikan-bisikan syahwatnya, menjadikan hati lama kelamaan makin tertutup kotoran sehingga semakin sulit cahaya kebenaran masuk. Al Imam Ibnul Qayyim memiliki tulisan yang sangat bagus mengenai ini dalam Ighatsatul Lahafan.
- yang kedua, yaitu mereka yang mendapati rasa cinta itu dari pandangannya yang pertama yang tidak disengaja, alhamdulillah ini adalah sesuatu yang dibolehkan. Tetapi dia kurang bersabar menahannya dari apa-apa yang dilarang oleh syariat yaitu melanjutkan itu dengan apa yang dilarang. Dia ingin menumbuhkan rasa cintanya itu dengan melanjutkan yang pertama itu dengan yang kedua, dimulai dengan pandangan kedua, lalu mulai menulis, lalu mulai menyapa, lalu mulai berbicara, dan seterusnya hingga ia terbuai oleh rasa cintanya yang semakin bertambah. Di sinilah rasa cinta itu dimasukkan olehnya melalui cara-cara yang menyelisihi syariat Allah.
Sekilas hampir tidak kelihatan perbedaan keadaan orang yang kedua ini, apakah dia itu menumbuhkan cintanya itu demi memenuhi kepuasan hawa nafsunya, ataukah dia melanjutkannya demi mencapai sesuatu yang syar'i, yaitu ta'aruf, lalu melamar dan menikahi. Di antara perbedaannya adalah, bagaimana dia menjaga batas-batas hubungan dan komunikasi itu hanya pada hal-hal yang diperlukan saja baginya untuk memutuskan langkah selanjutnya yang syar'i, dia menjaga dan khawatir akan terjatuh pada fitnah dan kerinduan yang berlebihan kepada seseorang yang bukan haknya. Selain itu, di antara perbedaan itu bisa juga kita lihat dengan mengetahui bagaimana hakikat cinta itu dan kemana dia arahkan cintanya.
Kedua, perhatikanlah bagaimana hakikat cintamu itu.
Perhatikanlah ayat di atas tadi, disebutkan di antara bentuk-bentuk cinta yang Allah anugerahkan pada kita, yaitu wanita, anak-anak, dan harta. Kita tidak perlu gundah gulana dan merasa bersalah jika ia muncul di jiwa dan hati kita, itu adalah cinta tabiat manusia yang asalnya boleh, tinggal bagaimana kita mengelola kecintaan atau kesenangan kita pada itu semua sesuai tuntunan dan tidak melanggar syariat. Allah kemudian mengingatkan bahwa itu semua adalah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. Bagaimanapun kita wujudkan kecintaan kita pada hal-hal keduniaan itu, entah dalam hal-hal yang diridhai Allah,maupun dalam hal-hal yang dimurkai Allah -wal'iyyadzubillah-, maka kita pasti akan tinggalkan itu semua dan kita akan kembali kepada Allah. Yang kita bawa bukan apa-apa yang kita cintai itu, tapi amalan yang telah kita perbuat sebagai wujud kecintaan itu tadi.
Ketika hati seseorang dihiasi dengan rasa cinta, maka bagi yang tidak memahami bagaimana cinta yang benar, mereka hanya terbuai oleh kecintaan dunia berupa wanita, anak-anak, dan harta. Bahkan kecintaan itu bisa menjadi kesyirikan jika ia mencintai yang selain Allah seperti atau melebihi kecintaannya kepada Allah. Karena cintanya yang keliru, semua urusan di dunianya dia lakukan demi itu semua, ia halalkan yang haram dan ia haramkan yang halal, dan ia korbankan apa saja demi meraih yang ia cintai itu. Hingga kita lihat seorang wanita atau lelaki menjadi takluk dan pasrah di hadapan kekasihnya, mereka menjalin hubungan tanpa ikatan yang syar'i, atas nama cinta. Tapi sesungguhnya ini adalah cinta yang maksiat.
"...itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik". Dari sini dapat pula kita pahami bahwa kecintaan yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya, bagaimanapun kesenangan di dunia itu, tempat kembali yang baik hanya di sisi Allah. Jika kita menyadari ini, maka seluruh hidup kita selayaknya dijalani dan ditujukan hanya dalam kerangka mencintai Allah, demi mendapatkan tempat yang baik disisi-Nya, dan itulah cinta yang sejati. Bahkan Allah jadikan ini sebagai salah satu ciri dari orang-orang yang beriman, karena cinta adalah termasuk dari ibadah hati yang orang-orang beriman pasti beramal dengannya secara benar. Allah berfirman; “Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165) “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7) “Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.” (HR Bukhari- Muslim)
Di antara bentuk kecintaan yang benar kepada Allah, adalah dengan mencintai kesenangan dunia itu melalui cara atau dengan hal-hal yang dicintai Allah, bukan yang dimurkai Allah. Allah telah menguji kecintaan hamba-Nya; “Katakanlah, jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31) Tentu saja apa yang disunnahkan Rasulullah itu adalah pasti dicintai Allah, karena beliau 'alaihissholatu wassallam adalah khalilullah, maka itu pantaslah kita mengikuti beliau untuk mendapatkan juga cinta Allah. Sebaliknya, apa-apa yang dilarang oleh Rasulullah adalah hal-hal yang dimurkai Allah, maka kita tinggalkan itu agar kecintaan Allah tidak berubah menjadi kemurkaan-Nya kepada kita.
Ketiga, perhatikanlah kepada siapa cintamu itu.
Jika engkau mencintai kepada yang memiliki kecantikan atau ketampanan saja, atau yang memiliki harta saja, atau pemilik kelebihan lainnya dari dunia ini, sedangkan dia adalah seorang yang penuh kemaksiatan kepada Allah, atau akhlaknya jauh dari tuntunan Nabi, atau jauh dari jalan orang-orang yang dicintai Allah, atau terdapat penyimpangan dalam akidah atau manhajnya, atau menyepelekan syariat-syariat Allah, atau kejelekan-kejelekan lain dari agamanya, maka bagaimanakah bukti kecintaanmu kepada Allah? Dia kurang cintanya kepada Allah dan Allah tidak mencintai apa-apa yang ada pada dirinya, lantas bagaimana bisa engkau bisa mencintainya? kira-kira akan kemanakah tempat kembalinya dia, dan kemanakah tempat kembali dirimu kelak?
Oleh karena itu, ketika engkau mencintai seseorang, maka hendaknya dibangun dalam kerangka kecintaan kepada Allah dan di jalan Allah. Engkau mencintai dia yang padanya terdapat hal-hal yang dicintai oleh Allah, yaitu kesungguhan mengikuti sunnah Rasulullah. Dan engkau mencintainya karena dia adalah seseorang yang sangat cintanya kepada Allah, berupa ketaatannya kepada syariat Allah. Engkau mencintainya karena kebencian dia pada hal-hal kemaksiatan, karena jauhnya dia dari hal-hal yang dibenci oleh Allah. Sungguh indah rumah tangga suami dan istri yang saling mencintai dengan kecintaan yang demikian. Insya Allah mereka tidak hanya saling mencintai di dunia, tapi akan Allah satukan juga cinta mereka kelak di surga Allah, dan itulah tempat kembali yang terbaik disisi-Nya.
Maka perhatikanlah wahai saudaraku, bagaimanakah cintamu itu hadir?
Wallahu a'lam.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘Imran: 14). Dalam tulisan ini mungkin kami lebih fokus mengenai kecintaan antara lelaki dan wanita, insya Allah.
Pertama, perhatikanlah bagaimana awal hadirnya cintamu itu.
Kecenderungan hati atau rasa cinta itu muncul, terkadang bersama sesuatu yang dibolehkan syariat, namun seringnya muncul bersama sesuatu yang tidak syar'i. Indera adalah pintu menuju hati, apa yang dari pandangan, pendengaran, maka akan masuk dan melekat ke dalam hati kita dan diantaranya muncullah rasa cinta. Misalnya, suatu ketika ada yang melihat atau mengetahui seseorang yang menarik hatinya, jika ini karena sesuatu yang tidak disengajanya insya Allah tidak mengapa, tapi dia tidak boleh melanjutkannya dengan pandangan yang kedua. Rasulullah bersabda: "...janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya"
Setelah munculnya ketertarikan dari pandangan pertama, adalah godaan yang berat sekali kecuali bagi yang dirahmati Allah, untuk seseorang tidak melanjutkan kepada apa-apa yang jiwanya inginkan utk semakin merekahkan rasa cintanya. Di sini sungguh butuh kesabaran yang luar biasa, bertarung dengan hawa nafsunya yang hina, demi kesucian hatinya. Jika rasa cinta itu muncul dari apa-apa yang tidak disengajanya, lalu berhenti disitu, maka insya Allah tidak mengapa, itulah hiasan yang Allah anugerahi bagi hatinya.
Akan tetapi, banyak orang yang kurang bersabar atas ujian syahwatnya, cinta itu masuk dan tumbuh dari cara-cara yang tidak dibenarkan syariat.
- pertama adalah mereka yang sengaja mengumbar pandangannya atau pencariannya untuk memunculkan rasa cintanya. Apa yang didapatnya itu adalah memang suatu kesengajaan untuk memuaskan hawa nafsunya. Sekalipun setelah itu muncul rasa cinta di hatinya, itu adalah cinta yang maksiat, yang telah didahului oleh sesuatu yang hina yaitu pelampiasan hasratnya atas keindahan-keindahan dunia tanpa mengindahkan syariat.
Allah ta'ala telah berfirman: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menundukkan pandangan mereka… Katakanlah kepada kaum wanita yang beriman agar menundukkan pandangan mereka". (QS. An-Nur: 30-31)
Betapa pandangan yang diumbar bebas kepada yang diharamkan Allah itu akan mengeraskan hati, karena muncul kecintaan di hatinya kepada apa-apa yang diharamkan itu. Menjadikan hati redup cahayanya, menjadikan ruang-ruang dalam hati itu terisi oleh bisikan-bisikan syahwatnya, menjadikan hati lama kelamaan makin tertutup kotoran sehingga semakin sulit cahaya kebenaran masuk. Al Imam Ibnul Qayyim memiliki tulisan yang sangat bagus mengenai ini dalam Ighatsatul Lahafan.
- yang kedua, yaitu mereka yang mendapati rasa cinta itu dari pandangannya yang pertama yang tidak disengaja, alhamdulillah ini adalah sesuatu yang dibolehkan. Tetapi dia kurang bersabar menahannya dari apa-apa yang dilarang oleh syariat yaitu melanjutkan itu dengan apa yang dilarang. Dia ingin menumbuhkan rasa cintanya itu dengan melanjutkan yang pertama itu dengan yang kedua, dimulai dengan pandangan kedua, lalu mulai menulis, lalu mulai menyapa, lalu mulai berbicara, dan seterusnya hingga ia terbuai oleh rasa cintanya yang semakin bertambah. Di sinilah rasa cinta itu dimasukkan olehnya melalui cara-cara yang menyelisihi syariat Allah.
Sekilas hampir tidak kelihatan perbedaan keadaan orang yang kedua ini, apakah dia itu menumbuhkan cintanya itu demi memenuhi kepuasan hawa nafsunya, ataukah dia melanjutkannya demi mencapai sesuatu yang syar'i, yaitu ta'aruf, lalu melamar dan menikahi. Di antara perbedaannya adalah, bagaimana dia menjaga batas-batas hubungan dan komunikasi itu hanya pada hal-hal yang diperlukan saja baginya untuk memutuskan langkah selanjutnya yang syar'i, dia menjaga dan khawatir akan terjatuh pada fitnah dan kerinduan yang berlebihan kepada seseorang yang bukan haknya. Selain itu, di antara perbedaan itu bisa juga kita lihat dengan mengetahui bagaimana hakikat cinta itu dan kemana dia arahkan cintanya.
Kedua, perhatikanlah bagaimana hakikat cintamu itu.
Perhatikanlah ayat di atas tadi, disebutkan di antara bentuk-bentuk cinta yang Allah anugerahkan pada kita, yaitu wanita, anak-anak, dan harta. Kita tidak perlu gundah gulana dan merasa bersalah jika ia muncul di jiwa dan hati kita, itu adalah cinta tabiat manusia yang asalnya boleh, tinggal bagaimana kita mengelola kecintaan atau kesenangan kita pada itu semua sesuai tuntunan dan tidak melanggar syariat. Allah kemudian mengingatkan bahwa itu semua adalah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. Bagaimanapun kita wujudkan kecintaan kita pada hal-hal keduniaan itu, entah dalam hal-hal yang diridhai Allah,maupun dalam hal-hal yang dimurkai Allah -wal'iyyadzubillah-, maka kita pasti akan tinggalkan itu semua dan kita akan kembali kepada Allah. Yang kita bawa bukan apa-apa yang kita cintai itu, tapi amalan yang telah kita perbuat sebagai wujud kecintaan itu tadi.
Ketika hati seseorang dihiasi dengan rasa cinta, maka bagi yang tidak memahami bagaimana cinta yang benar, mereka hanya terbuai oleh kecintaan dunia berupa wanita, anak-anak, dan harta. Bahkan kecintaan itu bisa menjadi kesyirikan jika ia mencintai yang selain Allah seperti atau melebihi kecintaannya kepada Allah. Karena cintanya yang keliru, semua urusan di dunianya dia lakukan demi itu semua, ia halalkan yang haram dan ia haramkan yang halal, dan ia korbankan apa saja demi meraih yang ia cintai itu. Hingga kita lihat seorang wanita atau lelaki menjadi takluk dan pasrah di hadapan kekasihnya, mereka menjalin hubungan tanpa ikatan yang syar'i, atas nama cinta. Tapi sesungguhnya ini adalah cinta yang maksiat.
"...itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik". Dari sini dapat pula kita pahami bahwa kecintaan yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya, bagaimanapun kesenangan di dunia itu, tempat kembali yang baik hanya di sisi Allah. Jika kita menyadari ini, maka seluruh hidup kita selayaknya dijalani dan ditujukan hanya dalam kerangka mencintai Allah, demi mendapatkan tempat yang baik disisi-Nya, dan itulah cinta yang sejati. Bahkan Allah jadikan ini sebagai salah satu ciri dari orang-orang yang beriman, karena cinta adalah termasuk dari ibadah hati yang orang-orang beriman pasti beramal dengannya secara benar. Allah berfirman; “Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165) “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.” (Al-Hujurat: 7) “Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (Al-Maidah: 54) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya.” (HR Bukhari- Muslim)
Di antara bentuk kecintaan yang benar kepada Allah, adalah dengan mencintai kesenangan dunia itu melalui cara atau dengan hal-hal yang dicintai Allah, bukan yang dimurkai Allah. Allah telah menguji kecintaan hamba-Nya; “Katakanlah, jika kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31) Tentu saja apa yang disunnahkan Rasulullah itu adalah pasti dicintai Allah, karena beliau 'alaihissholatu wassallam adalah khalilullah, maka itu pantaslah kita mengikuti beliau untuk mendapatkan juga cinta Allah. Sebaliknya, apa-apa yang dilarang oleh Rasulullah adalah hal-hal yang dimurkai Allah, maka kita tinggalkan itu agar kecintaan Allah tidak berubah menjadi kemurkaan-Nya kepada kita.
Ketiga, perhatikanlah kepada siapa cintamu itu.
Jika engkau mencintai kepada yang memiliki kecantikan atau ketampanan saja, atau yang memiliki harta saja, atau pemilik kelebihan lainnya dari dunia ini, sedangkan dia adalah seorang yang penuh kemaksiatan kepada Allah, atau akhlaknya jauh dari tuntunan Nabi, atau jauh dari jalan orang-orang yang dicintai Allah, atau terdapat penyimpangan dalam akidah atau manhajnya, atau menyepelekan syariat-syariat Allah, atau kejelekan-kejelekan lain dari agamanya, maka bagaimanakah bukti kecintaanmu kepada Allah? Dia kurang cintanya kepada Allah dan Allah tidak mencintai apa-apa yang ada pada dirinya, lantas bagaimana bisa engkau bisa mencintainya? kira-kira akan kemanakah tempat kembalinya dia, dan kemanakah tempat kembali dirimu kelak?
Oleh karena itu, ketika engkau mencintai seseorang, maka hendaknya dibangun dalam kerangka kecintaan kepada Allah dan di jalan Allah. Engkau mencintai dia yang padanya terdapat hal-hal yang dicintai oleh Allah, yaitu kesungguhan mengikuti sunnah Rasulullah. Dan engkau mencintainya karena dia adalah seseorang yang sangat cintanya kepada Allah, berupa ketaatannya kepada syariat Allah. Engkau mencintainya karena kebencian dia pada hal-hal kemaksiatan, karena jauhnya dia dari hal-hal yang dibenci oleh Allah. Sungguh indah rumah tangga suami dan istri yang saling mencintai dengan kecintaan yang demikian. Insya Allah mereka tidak hanya saling mencintai di dunia, tapi akan Allah satukan juga cinta mereka kelak di surga Allah, dan itulah tempat kembali yang terbaik disisi-Nya.
Maka perhatikanlah wahai saudaraku, bagaimanakah cintamu itu hadir?
Wallahu a'lam.