Alhamdulillah.
Seorang wanita muslimah, memiliki batasan hijab yang juga membatasi segala aktivitasnya agar terlindungi dari maksiat dan kerusakan. Hijab, bukan sekadar lembaran pakaian yang menutup aurat seorang wanita muslimah, namun juga lembaran ketakwaan yang membatasi segala gerak-gerik, ucapan dan perilaku wanita muslimah. Berkomunikasi dengan lawan jenis, boleh-boleh saja, asalkan hanya dalam batas yang memang diperlukan. Jangankan dengan lawan jenis, dalam segala hal saja, Umar bin Al-Khaththab pernah mengatakan, “Ucapan itu hanya ada empat, selain itu cuma sampah belaka. Pertama, membaca Al-Quran. Kedua, membaca hadits-hadits nabi. Ketiga, membaca ucapan-ucapan penuh hikmat dari para ulama. Keempat, berbicara hal yang penting, dalam soal keduniaan.”
Itu, bagi setiap muslim dan muslimah. Tidak layak seorang muslim atau muslimah mengobrol dalam soal-soal keseharian secara berlebihan, karena semua itu ibarat sampah yang seringkali mengandung kotoran dosa dan maksiat. Apalagi, antara seorang muslimah dengan seorang muslim, yang harus saling menjaga kehormatan masing-masing. Memang, berbicara dengan lawan jenis diperbolehkan. Tapi para ulama, memberikan beberapa rambu, sesuai dengan berbagai nash dalam syariat yang ada.
Menahan Pandangan
Allah berfirman, ”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya …” (An-Nur: 30-31)
Menutup Aurat
Allah berfirman, ”… Dan janganlah mereka (wanita-wanita mukmin) menampilkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari pandangan dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya …” (An-Nur: 31)
Artinya, bila harus berbicara dengan pria non mahram, seorang wanita muslimah harus menutup aurat sebatas yang dia yakini sebagai aurat, menurut dasar yang jelas.
Tenang dan Terhormat dalam Gerak-Gerik
Allah berfirman, “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Di sini, yang perlu dihindari oleh wanita muslimah saat berbicara dengan pria non mahram adalah tutur kata yang dibuat-buat, yang dibikin supaya menarik, mendayu-dayu, mendesah-desah, atau dengan menggunakan suara yang diperindah, terlalu lemah lembut, dan sejenisnya. Bicaranya harus tegas, lugas dan seperlunya saja.
Serius dan Sopan dalam Berbicara
Allah berfirman, “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Artinya, seorang muslimah tidak layak banyak bergurau dan bercanda saat berbicara atau membicarakan sesuatu dengan lawan jenisnya. Karena, canda dan tawa itu dapat mengundang ketertarikan pihak lawan jenis. Dan itu bahaya yang perlu dihindari sebisa mungkin.
Hindari Membicarakan Hal-hal yang Tidak Perlu Segala yang bersifat darurat, haruslah dibatasi sebisa mungkin. Meski berbicara dengan lawan jenis tidak selalu merupakan hal darurat bagi seorang wanita muslimah, namun berbicara secara panjang lebar bisa menyudutkan seorang wanita muslimah dalam kedaruratan. Karena itu akan bisa menggiringnya untuk sedikit banyak menyentuh hal-hal yang dianggap kurang baik, atau bahkan dilarang dalam Islam.
Oleh sebab itu, coba batasi ruas-ruas pembicaraan, dan hindari topik-topik yang tidak perlu dibahas. Karena, bagaimanapun, seorang wanita adalah godaan bagi kaum lelaki. Bahkan godaan terberat baginya dalam segala situasi dan kondisi.
Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (Al-Mukminun : 1-3)
Berbicara lewat telpon, boleh-boleh saja. Dalam hal ini, setidaknya dengan tingkat kecanggihan media telpon yang umum hingga saat ini, soal pandangan haram bisa nyaris dihindarkan sama sekali. Tapi soal adab-adab lain dalam berbicara, harus tetap diperhatikan.
(Ustadz Abu Umar Basyier)
Sumber: diambil dari blogs seorang teman
http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/20/tanya-jawab-tentang-hubungan-pertemanan-laki-laki-dan-perempuan/Alhamdulillah.
Seorang wanita muslimah, memiliki batasan hijab yang juga membatasi segala aktivitasnya agar terlindungi dari maksiat dan kerusakan. Hijab, bukan sekadar lembaran pakaian yang menutup aurat seorang wanita muslimah, namun juga lembaran ketakwaan yang membatasi segala gerak-gerik, ucapan dan perilaku wanita muslimah. Berkomunikasi dengan lawan jenis, boleh-boleh saja, asalkan hanya dalam batas yang memang diperlukan. Jangankan dengan lawan jenis, dalam segala hal saja, Umar bin Al-Khaththab pernah mengatakan, “Ucapan itu hanya ada empat, selain itu cuma sampah belaka. Pertama, membaca Al-Quran. Kedua, membaca hadits-hadits nabi. Ketiga, membaca ucapan-ucapan penuh hikmat dari para ulama. Keempat, berbicara hal yang penting, dalam soal keduniaan.”
Itu, bagi setiap muslim dan muslimah. Tidak layak seorang muslim atau muslimah mengobrol dalam soal-soal keseharian secara berlebihan, karena semua itu ibarat sampah yang seringkali mengandung kotoran dosa dan maksiat. Apalagi, antara seorang muslimah dengan seorang muslim, yang harus saling menjaga kehormatan masing-masing. Memang, berbicara dengan lawan jenis diperbolehkan. Tapi para ulama, memberikan beberapa rambu, sesuai dengan berbagai nash dalam syariat yang ada.
Menahan Pandangan
Allah berfirman, ”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya …” (An-Nur: 30-31)
Menutup Aurat
Allah berfirman, ”… Dan janganlah mereka (wanita-wanita mukmin) menampilkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari pandangan dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya …” (An-Nur: 31)
Artinya, bila harus berbicara dengan pria non mahram, seorang wanita muslimah harus menutup aurat sebatas yang dia yakini sebagai aurat, menurut dasar yang jelas.
Tenang dan Terhormat dalam Gerak-Gerik
Allah berfirman, “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Di sini, yang perlu dihindari oleh wanita muslimah saat berbicara dengan pria non mahram adalah tutur kata yang dibuat-buat, yang dibikin supaya menarik, mendayu-dayu, mendesah-desah, atau dengan menggunakan suara yang diperindah, terlalu lemah lembut, dan sejenisnya. Bicaranya harus tegas, lugas dan seperlunya saja.
Serius dan Sopan dalam Berbicara
Allah berfirman, “… Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Artinya, seorang muslimah tidak layak banyak bergurau dan bercanda saat berbicara atau membicarakan sesuatu dengan lawan jenisnya. Karena, canda dan tawa itu dapat mengundang ketertarikan pihak lawan jenis. Dan itu bahaya yang perlu dihindari sebisa mungkin.
Hindari Membicarakan Hal-hal yang Tidak Perlu Segala yang bersifat darurat, haruslah dibatasi sebisa mungkin. Meski berbicara dengan lawan jenis tidak selalu merupakan hal darurat bagi seorang wanita muslimah, namun berbicara secara panjang lebar bisa menyudutkan seorang wanita muslimah dalam kedaruratan. Karena itu akan bisa menggiringnya untuk sedikit banyak menyentuh hal-hal yang dianggap kurang baik, atau bahkan dilarang dalam Islam.
Oleh sebab itu, coba batasi ruas-ruas pembicaraan, dan hindari topik-topik yang tidak perlu dibahas. Karena, bagaimanapun, seorang wanita adalah godaan bagi kaum lelaki. Bahkan godaan terberat baginya dalam segala situasi dan kondisi.
Allah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (Al-Mukminun : 1-3)
Berbicara lewat telpon, boleh-boleh saja. Dalam hal ini, setidaknya dengan tingkat kecanggihan media telpon yang umum hingga saat ini, soal pandangan haram bisa nyaris dihindarkan sama sekali. Tapi soal adab-adab lain dalam berbicara, harus tetap diperhatikan.
(Ustadz Abu Umar Basyier)
Sumber: diambil dari blogs seorang teman
http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/20/tanya-jawab-tentang-hubungan-pertemanan-laki-laki-dan-perempuan/
0 comment:
Posting Komentar