سئل فضيلة الشيخ: إذا كانت الأمة أحوج إلى العلوم المادية كالطب والهندسة وغيرها، فهل الأفضل للإنسان أن يتخصص في العلوم المادية أم العلوم الشرعية ؟
Fadhilatusy Syaikh (Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin) ditanya:
Jika umat sekarang ini lebih memerlukan ilmu-ilmu keduniaan seperti kedokteran, teknik, dan selainnya, maka apakah yang lebih afdhal bagi manusia, apakah mengkhususkan mempelajari ilmu dunia atau ilmu syari’at?
فأجاب بقوله: لاشك أن الأصل هو العلوم الشرعية ولا يمكن لإنسان أن يعبد الله حق عبادته إلا بالعلم الشرعي كما قال الله تعالى: ] قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي [ (يوسف الآية: ١٠٨) فلا بد من العلم الشرعي الذي تقوم به حياة المرء في الدنيا والآخرة، ولا يمكن لأي دعوة أن تقوم إلا وهي مبنية على العلم، وبهذه المناسبة أود أن أحث إخواني الدعاة إلى الله أن يتعلموا قبل أن يدعوا وليس معنى ذلك أن يتبحروا في العلم لكن ألا يتكلموا بشيء إلا وقد بنوه على العلم؛ لأنهم إذا تكلموا بما لا يعلمون كانوا داخلين تحت قوله تعالي: ] قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْأِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ [ (لأعراف الآية: ٣٣)
والعلوم الشرعية تنقسم إلى قسمين:
قسم لابد للإنسان من تعلمه وهو ما يحتاجه في أمور دينه ودنياه.
وقسم آخر وهو فرض كفاية، فإنه هنا يمكن الموازنة بينه وبين ما تحتاجه الأمة من العلوم الأخرى التي ليست من العلوم الشرعية.
وكذلك العلوم الأخرى التي ليست من العلوم الشرعية تنقسم إلى ثلاثة أقسام:
١- قسم علوم ضارة، فيحرم تعلمها ولا يجوز للإنسان أن يشتغل بهذه العلوم مهما تكن نتيجتها.
٢- قسم علوم نافعة، فإنه يتعلم منها ما فيه النفع.
٣- وقسم العلوم التي جهلها لا يضر والعلم بها لا ينفع وهذه لا ينبغي للطالب أن يقضي وقته في طلبها.
Maka Beliau menjawab:
Tidak diragukan bahwa asalnya ia adalah ilmu syari’at. Tidaklah mungkin manusia bisa beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ibadah kecuali dengan ilmu syari’at, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS Yusuf: 108)
Jadi kita tidak mungkin lepas dari ilmu syari’at yang tegak dengannya kehidupan seseorang di dunia dan di akhirat. Dan tidak mungkin dakwah dapat tegak kecuali ia harus dibangun di atas dasar ilmu. Pada kesempatan ini saya ingin menghimbau kepada saudara-saudaraku du’at (para da’i) yang mengajak kepada Allah untuk belajar sebelum berdakwah. Dan bukan berarti ia menyelami ilmu secara mendalam, namun hendaknya seseorang tidak berbicara tentang sesuatu kecuali ia telah membangunnya di atas dasar ilmu. Sebab, jika mereka berani berbicara apa yang tidak mereka ketahui, maka merekalah yang temasuk firman-Nya Ta’ala:
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al A’raf: 33)
Ilmu-ilmu syari’at terbagi menjadi dua kategori:
- Kategori yang seseorang wajib mempelajarinya, yaitu ilmu yang ia perlukan dalam kehidupan agama dan dunianya.
- Kategori selanjutnya, ilmu yang hukumnya fardhu kifayah. Di sini mungkin dapat dipertimbangkan antara ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu lain (bukan ilmu syari’at) yang diperlukan juga oleh umat ini.
Demikian pula dengan bidang ilmu lain yang bukan ilmu syari’at terbagi menjadi tiga:
1. Kategori ilmu yang merugikan. Mempelajari ilmu ini hukumnya haram. Seseorang tidak diperbolehkan menyibukkan diri dengan ilmu ini, bagaimanapun hasil yang akan diraihnya.
2. Kategori ilmu-ilmu yang bermanfaat. Maka ia mempelajari darinya apa-apa yang di dalamnya bermanfaat.
3. Kategori ilmu-ilmu yang tidak membawa kerugian maupun manfaat dengan mempelajari maupun meninggalkannya. Seorang penuntut ilmu tidak selayaknya menghabiskan waktunya untuk mempelajarinya.
Sumber:
Kitabul ‘Ilmi pada pasal fatwa-fatwa seputar ilmu soal nomor 21.
http://ummuyahya.wordpress.com/2010/01/21/manakah-yang-lebih-utama-ilmu-dunia-atau-ilmu-syari’at/
http://thalibatun.blogspot.com/2010/02/manakah-yang-lebih-utama-ilmu-dunia.html
سئل فضيلة الشيخ: إذا كانت الأمة أحوج إلى العلوم المادية كالطب والهندسة وغيرها، فهل الأفضل للإنسان أن يتخصص في العلوم المادية أم العلوم الشرعية ؟
Fadhilatusy Syaikh (Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin) ditanya:
Jika umat sekarang ini lebih memerlukan ilmu-ilmu keduniaan seperti kedokteran, teknik, dan selainnya, maka apakah yang lebih afdhal bagi manusia, apakah mengkhususkan mempelajari ilmu dunia atau ilmu syari’at?
فأجاب بقوله: لاشك أن الأصل هو العلوم الشرعية ولا يمكن لإنسان أن يعبد الله حق عبادته إلا بالعلم الشرعي كما قال الله تعالى: ] قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي [ (يوسف الآية: ١٠٨) فلا بد من العلم الشرعي الذي تقوم به حياة المرء في الدنيا والآخرة، ولا يمكن لأي دعوة أن تقوم إلا وهي مبنية على العلم، وبهذه المناسبة أود أن أحث إخواني الدعاة إلى الله أن يتعلموا قبل أن يدعوا وليس معنى ذلك أن يتبحروا في العلم لكن ألا يتكلموا بشيء إلا وقد بنوه على العلم؛ لأنهم إذا تكلموا بما لا يعلمون كانوا داخلين تحت قوله تعالي: ] قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْأِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ [ (لأعراف الآية: ٣٣)
والعلوم الشرعية تنقسم إلى قسمين:
قسم لابد للإنسان من تعلمه وهو ما يحتاجه في أمور دينه ودنياه.
وقسم آخر وهو فرض كفاية، فإنه هنا يمكن الموازنة بينه وبين ما تحتاجه الأمة من العلوم الأخرى التي ليست من العلوم الشرعية.
وكذلك العلوم الأخرى التي ليست من العلوم الشرعية تنقسم إلى ثلاثة أقسام:
١- قسم علوم ضارة، فيحرم تعلمها ولا يجوز للإنسان أن يشتغل بهذه العلوم مهما تكن نتيجتها.
٢- قسم علوم نافعة، فإنه يتعلم منها ما فيه النفع.
٣- وقسم العلوم التي جهلها لا يضر والعلم بها لا ينفع وهذه لا ينبغي للطالب أن يقضي وقته في طلبها.
Maka Beliau menjawab:
Tidak diragukan bahwa asalnya ia adalah ilmu syari’at. Tidaklah mungkin manusia bisa beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya ibadah kecuali dengan ilmu syari’at, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS Yusuf: 108)
Jadi kita tidak mungkin lepas dari ilmu syari’at yang tegak dengannya kehidupan seseorang di dunia dan di akhirat. Dan tidak mungkin dakwah dapat tegak kecuali ia harus dibangun di atas dasar ilmu. Pada kesempatan ini saya ingin menghimbau kepada saudara-saudaraku du’at (para da’i) yang mengajak kepada Allah untuk belajar sebelum berdakwah. Dan bukan berarti ia menyelami ilmu secara mendalam, namun hendaknya seseorang tidak berbicara tentang sesuatu kecuali ia telah membangunnya di atas dasar ilmu. Sebab, jika mereka berani berbicara apa yang tidak mereka ketahui, maka merekalah yang temasuk firman-Nya Ta’ala:
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al A’raf: 33)
Ilmu-ilmu syari’at terbagi menjadi dua kategori:
- Kategori yang seseorang wajib mempelajarinya, yaitu ilmu yang ia perlukan dalam kehidupan agama dan dunianya.
- Kategori selanjutnya, ilmu yang hukumnya fardhu kifayah. Di sini mungkin dapat dipertimbangkan antara ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu lain (bukan ilmu syari’at) yang diperlukan juga oleh umat ini.
Demikian pula dengan bidang ilmu lain yang bukan ilmu syari’at terbagi menjadi tiga:
1. Kategori ilmu yang merugikan. Mempelajari ilmu ini hukumnya haram. Seseorang tidak diperbolehkan menyibukkan diri dengan ilmu ini, bagaimanapun hasil yang akan diraihnya.
2. Kategori ilmu-ilmu yang bermanfaat. Maka ia mempelajari darinya apa-apa yang di dalamnya bermanfaat.
3. Kategori ilmu-ilmu yang tidak membawa kerugian maupun manfaat dengan mempelajari maupun meninggalkannya. Seorang penuntut ilmu tidak selayaknya menghabiskan waktunya untuk mempelajarinya.
Sumber:
Kitabul ‘Ilmi pada pasal fatwa-fatwa seputar ilmu soal nomor 21.
http://ummuyahya.wordpress.com/2010/01/21/manakah-yang-lebih-utama-ilmu-dunia-atau-ilmu-syari’at/
http://thalibatun.blogspot.com/2010/02/manakah-yang-lebih-utama-ilmu-dunia.html
0 comment:
Posting Komentar